TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA.....

Rabu, 20 Oktober 2010

Padi System of Rice Intensification (SRI)



APA ITU SRI ?
Adalah Cara Budidaya Tanaman Padi yang intensif dan efisien dengan proses management system perakaran dengan berbasis pada pengelolaan : Tanah, tanaman dan Air (Melak Pare Nu Tulaten) .

GAGASAN SRI

Tanaman padi sebenarnya mempunyai potensi yang besar untuk menghasilkan produksi dalam tarap tinggi, ini hanya akan dicapai bila kita membantu tanaman dengan kondisi baik untuk pertumbuhan tanaman. Hal ini dapat dilakukan melalui proses pengelolaan : Tanah, Tanaman dan Air.

DASAR PEMAHAMAN PRAKTEK SRI

Tanaman padi sawah berdasarkan praktek SRI ternyata bukan tanaman air tetapi dalam pertumbuhan membutuhkan air, dengan tujuan menyediakan oxygen lebih banyak di dalam tanah, kemudian tidak tergenang akar akan tumbuh dengan subur dan besar. Maka tanaman dapat menyerap nutrisi/makanan sebanyak-banyaknya.

BAGAIMANA BUDIDAYA TANAMAN PADI CARA SRI ?

Persemaian

Untuk SRI dapat ditanam pada pipiti (Besek), kotak, plastik atau nampan hal ini memudahkan untuk pengamatan dan seleksi benih yang terus-menerus dapat dilakukan. Kebutuhan pipiti adalah 60-70 buah ukuran 15 x 15 Cm per 0,14 Ha (100 bata) (420 – 490 buah per Ha). Tanah dalam pipiti sebagai media tumbuh benih dicampur dengan pupuk organik dengan perbandingan 1 : 1. Persemaian dapat disimpan di halaman rumah. Kebutuhan benih per 100 bata (0,14 Ha) adalah 0,7 – 1 Kg (4,9 – 7 Kg per Ha).

Cara Tanam

Benih ditanam pada umur 7 – 10 hari setelah semai. Jumlah bibit perlubangnya hanya satu (tanam tunggal), dasar pemikirannya adalah ketika bibit ditanam banyak maka akan bersaing satu sama lain dalam hal nutrisi, oxygen dan sinar matahari. Bibit ditanam dangkal dan perakaran horizontal seperti hurup L, hal ini dilakukan jika akar tekuk ke atas maka bibit memerlukan energi besar dalam memulai pertumbuhan kembali, dan akar baru akan tumbuh dari ujung tersebut.

Jarak Tanam

Berdasarkan pengalaman SRI, baik jika ditanam dengan jarak tanam lebar, antara lain 25 x 25 cm, 27 x 27 cm atau 30 x 30 cm. Dengan jarak tanam lebar dapat meningkatkan jumlah anakan produktif, karena persaingan oxygen, energi matahari dan nutrisi/makanan semakin berkurang.

Pemupukan

Pupuk yang digunakan adalah pupuk organik, berasal dari bahan organik seperti hijauan (jerami, batang pisang dan sisa tanaman lainnya, kotoran hewan : kambing, sapi, ayam, kelinci dan kerbau), serta limbah organik. Bahan-bahan tersebut lebih baik dikomposkan. Untuk memperkaya nutrisi yang dibutuhkan tanaman, untuk membantu mempercepat penghancurannya (Dekomposisi)sebaiknya dikembangkan proses permentasi dan pengelolaan Micro Organisme Lokal (MOL) yang terbuat dari tulang-tulang ikan, limbah kotoran hewan, buah-buahan, sebagai campurannya menggunakan air beras, air kelapa dan sebagai bahan pengawetnya dicampur air tebu, air nira, lahang/gula yang fermentasi selama 15 hari. Kebutuhan pupuk organik adalah 5 – 7 ton per Ha dengan catatan jerami yang ada di lahan dikembalikan ke dalam tanah.

Pengelolaan Air Dan Penyiangan

Umur padi vegetatif keadaan lahan dalam kondisi lembab (air kapasitas lapang), Sebelum penyiangan sebaiknya lahan digenangi 2 – 3 cm beberapa jam untuk memudahkan penyiangan pada umur 7 – 10 hari setelah tanam. Selanjutnya penyiangan dilakukan selang waktu sepuluh hari sebanyak minimal 3 kali penyiangan. Dengan pengelolaan air dimaksudkan untuk memudahkan pelaksanaan penyiangan. Pada saat anakan maksimum kurang lebih umur tanaman 47 –55 hari setelah tanam sebaiknya lahan dalam kondisi kering selama 10 hari. Hal ini dimaksudkan untuk menghambat proses pertumbuhan vegetatif dan menghemat keadaan nutrisi untuk tidak digunakan dalam pertumbuhan tunas yang tidak produktif dan menghambat tanaman tidak terlalu tinggi. Dan setelah sepuluh hari dikeringkan, kondisi lahan kembali macak – macak selama masa pertumbuhan malai, bulir, pengisian bulir hingga bernas, selanjutnya air dikeringkan kembali hingga saatnya panen.

Pengendalian Hama

Pada saat terjadi perubahan populasi serangga menjadi populasi yang merusak dan merugikan (hama), dilakukan dengan jurus – jurus konsep PHT (Pengendalian Hama Terpadu) secara utuh dengan berprinsip pada : (1) Budidaya tanaman sehat, (2) Pendayagunaan fungsi musuh alami, (3) Pengamatan berkala dan (4) Petani ahli PHT serta tidak menggunakan pestisida sintetis (buatan pabrik).

Produksi

Berdasarkan kajian oleh petani/kelompok tani di beberapa Kabupaten di Propinsi Jawa Barat, hasil produksi SRI 6,8 – 9,2 ton/ha GKP. Dibeberapa studi yang dilakukan di Kabupaten Tasikmalaya (Kec. Parungponteng) muncul produksi 12, 48 ton/ha GKP, Kabupaten Ciamis (Kec. Banjarsari) 13,76 ton/ha GKP, Kabupaten Garut (Kec. Bayongbong) 12,00 ton/ha GKP .

BAGAIMANA DAMPAK PET DAN SRI ?

Sejalan dengan proses pembelajaran yang mempunyai harapan peningkatan produktivitas lahan maka telah diperoleh beberapa dampak terhadap sikap dan perilaku yang ditunjukkan beberapa kelompok tani dari berbagai daerah di Jawa Barat dari alumni pelatihan PET dan SRI diantaranya :

1.Kemampuan untuk menyediakan sarana produksi (kompos) dan bahan organik lainnya

2.Ada kemampuan untuk mengembangkan, mengkaji dan mengevaluasi Mikro Organisme Lokal (MOL)

3.Pengembangan proses pembelajaran PET dan SRI yang dilakukan secara swadaya

4.Pemanpaatan potensi lokal lebih berkembang

5.Pengembangan usaha tani dan mendorong sektor peternakan dan perikanan

6.Pemberdayaan petani di bidang pemasaran lebih berkembang khususnya produk beras organik

7.Pengendalian hama terpadu terselenggara lebih nyata

8.Agroekosistem khususnya padi sawah lebih terjamin kesehatan dan kelestariannya

9.Efisiensi dan efektifitas sumberdaya air

10.Prilaku dan sikap telah menunjukkan kearipan lokal yang mampu mendukung kekuatan ekonomi dan sumberdaya lokal sebagai wujud dukungan terhadap otonomi daerah.