TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA.....

Rabu, 02 Desember 2009

BUILDING SOIL FOR BETTER CROPS

Part 1




Farmers sometimes use the term soil health to describe the condition of the soil. Scientists usually use the term soil quality, but both refer to the same idea — how good is the soil in its role of supporting the growth of high yielding, healthy crops?

How would you know a high quality soil from a lower quality soil? Most farmers or gardeners would say that they know one when they see one. Farmers can certainly tell you which of the soils on their farms are of low, medium, or high quality. They know high quality soil because it generates higher yields with less effort. Less rainwater runs off and fewer visible signs of erosion are seen on the better quality soils. Less power is needed to operate machinery on a healthy soil than on poorer, compacted soils. Soil scientists are working together with farmers and agricultural extension personnel to try to come up with a widely accepted definition of soil health and to determine what factors (pH, bulk density, aggregate stability, etc.) need to be measured to estimate a soil’s quality. The first thing many might think of is that the soil should have a sufficient supply of nutrients throughout the growing season. But don’t forget, at the end of the season there shouldn’t be too much nitrogen and phosphorus left in highly soluble forms or enriching the soil’s surface.

Leaching and runoff of nutrients are most likely to occur after crops are harvested and before the following year’s crops are well established. We also want the soil to have good tilth so that plant roots can fully develop with the least amount of effort. A soil with good tilth is more spongy and less compact than a soil with poor tilth. A soil that has a favorable and stable soil

For soil thou art…

—BOOK OF GENESIS

Structure also promotes rainfall infiltration and water storage for plants to use later. For good root growth and drainage, we also want a soil with sufficient depth before there’s a restricting layer. We want a soil to be well drained, so it dries enough to permit timely field operations. Also, it’s essential that oxygen is able to reach the root zone to promote optimal root health — and that happens best in a soil without a drainage problem. (Keep in mind that these general characteristics do not hold for all crops. For example, flooded soils are important for paddy rice production.)

We want the soil to have low populations of plant disease and parasitic organisms so plants grow better. Certainly, there should also be a low weed pressure, especially of aggressive and hard-to-control weeds. Most soil organisms are beneficial and we certainly want high amounts of organisms that help plant growth, such as earthworms and many bacteria and fungi.

A high quality soil is free of chemicals that might harm the plant. These can occur naturally,

such as soluble aluminum in very acid soils or excess salts in arid region soils. Potentially harmful chemicals also are introduced by human activity, such as fuel oil spills or application of sewage sludge with high concentrations of toxic elements. A high quality soil should resist being degraded. It also should be resilient, recovering quickly after unfavorable changes like compaction.

THE NATURE AND NURTURE

OF SOILS

Some soils are exceptionally good for growing crops and others are inherently unsuitable; most are in between. Many soils also have limitations, such as low organic matter content, texture extremes (coarse sand or heavy clay), poor drainage, and layers that restrict root growth. Iowa’s loess-derived prairie soils are naturally blessed with a combination of silt loam texture and high organic matter contents. By every standard for assessing soil health, these soils — in their virgin state — would rate very high. We can compare them with a person who is naturally very healthy and has great athletic abilities. Many of us are not quite so lucky and Nature has given us qualities that may never make us great baseball players, swimmers, or marathon runners, even if we tried very hard. The way we care for, or nurture, a soil modifies its inherent nature. A good soil can be abused through years of poor management and turn into one with poor health, although it generally takes a lot of mistreatment to reach that point. On the other hand, an innately challenging soil may be very “unforgiving” of poor management and quickly become even worse. For example, a heavy clay loam soil can be easily compacted and turn into a dense mass. Both the naturally good and poor soils can be pro ductive if they are managed well. However, they will probably never reach parity, because some limitations simply cannot be completely overcome. The key idea, however, is the same that we wish for our children — we want our soils to reach their fullest potential.


Copy from : Building Soils for Better Crops 2ND EDITION --Fred Magdoff and Haroldvan Es---

Sabtu, 28 November 2009

PENYIMPANAN BENIH



Ketersediaan benih dari waktu ke waktu dapat dijaga dengan usaha penyimpanan benih. Penyimpanan benih merupakan bagian penting dari usaha memproduksi benih bermutu. Penyimpanan benih atau kelompok benih (lot benih) diharapkan dapat mempertahankan mutu benih dalam benih dalam kurun waktu tertentu sesuai dengan lama penyimpanan.

Benih setelah melalui tahapan pengolahan (seed processing) biasanya dikemas untuk selanjutnya dipasarkan dan disimpan dalam gudang sebagai cadangan untuk mengantisipasi kebutuhan benih pada masa tanam berikutnya. Selama benih dalam tahapan pemasaran atau disimpan dalam gudang akan mengalami kemunduran (deterioration) dan tidak lepas dari resiko kerusakan akibat serangan hama, yang kedua-duanya akan menyebabkan penurunan mutu.

Kecepatan kemunduran benih dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah suhu dan kadar air yang merupakan faktor penting dalam menentukan masa hidup benih. Harrington (1960) cit. Justice dan Bass (2002) mengungkapkan hubungan suhu dan kadar air benih, bahwa setiap penurunan suhu sebesar 50C dan setiap penurunan kadar air benih 1 % maka masa hidup benih diperpanjang dua kalinya. Oleh karena itu, diperlukan cara-cara dan perlakuan yang tepat selama penyimpanan benih agar kemunduran atau kemerosotan benih dapat ditekan.

Penyimpanan beni jagung pada ruang terbuka akan mengakibatkan benih cepat mengalami kemunduran atau daya simpannya menjadi singkat akibat fluktuasi suhu dan kelembaban. Hal ini karena ruang simpan terbuka berhubungan langsung dengan lingkungan di luar ruangan atau melalui jendela dan ventilasi. Oleh karena itu, benih yang disimpan dalam ruang terbuka perlu dikemas dengan bahan kemasan yang tepat agar viabilitas dan vigor benih dapat dipertahankan (Robi’in, 2007).

Penggunaan bahan kemasan yang tepat dapat melindungi benih dari perubahan kondisi lingkungan simpan yaitu kelembaban nisbi dan suhu. Kemasan yang baik dan tepat dapat menciptakan ekosistem ruang simpan yang baik bagi benih sehingga benih dapat disimpan lebih lama. Prinsip dasar pengemasan benih adalah untuk mempertahankan viabilitas dan vigor benih, dan salah satu tolok ukurnya adalah kadar air benih. Menurut Barton dalam justice dan Bass (2002), kadar air merupakan faktor yang paling mempengaruhi kemunduran benih. Lebih lanjut dikatakan bahwa kemunduran benih meningkat sejalan dengan meningkatnya kadar air benih.

Bahan kemasan yang baik adalah bahan yang memiliki kekuatan dari tekanan, tahan terhadap kerusakan, dan tidak mudah robek (Redaksi Rineka Cipta, 1992). Sifat lainyang penting adalah mempunyai daya rekat (seability). Kuat, elastis, muda diperoleh, murah, dan tahan lama (Robi’in. 2007).




Sabtu, 10 Oktober 2009

Pestisida Nabati

KUNYIT, LENGKUAS, JAHE DAN SERAI (KLJS) SI PEMBASMI NEMATODA, THRIPS, APHIDS, DLL




Selama ini kita mungkin hanya menganggap tanaman kunyit, lengkuas, jahe dan serai hanya sebagai tanaman yang digunakan sebagai bumbu dapur atau obat tradisonal saja. Tetapi, di dunia pertanian tanaman empon-empon ini sangat bermanfaat sekali khususnya untuk mengendalikan hama tanaman yang dibudidayakan. Tanaman empn-empon ini biasa digunakan dalam pembuatan pestisida nabati.

Kandungan kimia zat-zat yang terdapat dalam rimpang kunyit adalah zat warna kurkuminoid yang merupakan suatu senyawa diarilheptanoid 3-4% yang terdiri dari kurkumin, dihidrokurkumin, desmetoksikurkumin dan bisdesmetoksikurkumin.
Minyak atsiri 2-5% yang terdiri dari seskuiterpen dan turunan fenilpropana turmeron (aril-turmeron, alpha turmeron dan beta turmeron), kurlon kurkumol, atlanton, bisabolen, seskuifellandren, zingiberin, aril kurkumen, humulen.Arabinosa, fruktosa, glukosa, pati, tannin dan dammar. Sedangkan sifat khas jahe disebabkan adanya minyak atsiri dan oleoresin jahe. Aroma harum jahe disebabkan oleh minyak atsiri, sedangkan oleoresinnya menyebabkan rasa pedas. Kandungan dalam jahe inilah yang bermanfaat membunuh kutu-kutuan dan nematoda.

Tanaman lengkuas mengandung minyak atsiri antara lain : galangol, galangin, alpinen, kamfer, methyl-cinnamate. Kandungan ini juga mampu membunuh hama seperti aphids dan thrips. Tanaman serai mengandung minyak atsiri (esteris) yang antara lain memiliki senyawa sitronela dan bias membunuh serangga Kandungan yang paling besar adalah sitronela yaitu sebesar 35% dan graniol sebesar 35 - 40%. Senyawa sitronela mempunyai sifat racun dehidrasi (Desiccant). Racun tersebut merupakan racun kontak yang dapat mengakibatkan kematian karena kehilangan cairan terus menerus. Serangga yang terkena racun ini akan mati karena kekurangan cairan.

Cara Pembuatan Pestisida Nabati

Pembuatan pestisida nabati KLJS sangat mudah. Yang perlu dipersiapkan :

  1. 1. Rimpang kunyit, lengkuas, jahe dan serai secukupnya
  2. 2. Alat penumbuk
  3. 3. Biolahang/ EM4/ Mikroorganisme pengurai lain (kalau ada)
  4. 4. Tetes tebu (kalau ada)
  5. 5. Wadah/ botol
  6. 6. Air secukupnya

Pembuatan :

  1. 1. Tumbuk halus keempat bahan di atas.
  2. 2. Masukkan hasil tumbukan ke dalam wadah yang berisi air.
  3. 3. Tambahkan tetes tebu dan biolahang/EM4 ± 10 ml.
  4. 4. Fermentasi selama 14-21 hari.
  5. 5. Siap digunakan.
Setelah fermentasi selama 14-21 hari, ramuan KLJS siap digunakan untuk membasmi berbagai macam hama tanaman seperti thrips, aphids, nematode dan berbagai hama yang mengganggu tanaman budidaya kita. Cara penggunaannya adalah 1 : 10, yaitu 5 -10 ml KLJS dilarutkan ke dalam 1 liter air. Intensitas penyemprotan adalah 1-2 minggu sekali tetapi jika serangan sudah parah dapat ditambah dosisnya dengan intensitas 3 hari sekali. Selamat mencoba.

Senin, 28 September 2009

LAHAN MARJINAL

A. Lahan kering berkapur di Desa Gua sari, Dusun Kentolan, Wilayah Kembang Putihan.

Pengamatan lahan marjinal diawali dengan kunjungan ke wilayah desa Gua Sari dusun Kentolan. Lokasi ini berada di atas gua Selarong. Kedalaman lahan yang mengandung tanah kurang lebih 20 cm, dan di bawah tanah terdapat batu kapur.

Untuk mengefektifkan wilayah ini sehingga cocok untuk budidaya tanaman, sebenarnya pemerintah tidak tinggal diam. Beberapa penyuluh diterjunkan ke lapangan untuk memantau kondisi wilayah tersebut. Pemberian bibit serta pupuk yang digunakan untuk mendukung pembudidayaan juga pernah dilakukan pemerintah setempat. Tetapi, bantuan tersebut tidak ditindaklanjuti secara maksimal. Seperti pada contoh yang dilihat pada waktu kunjungan, terdapat tanaman Kelengkeng yang sudah berumur kurang lebih 10 tahun dan tanaman mangga yang sudah berumur kurang lebih 7 tahun juga belum pernah berbunga apalagi berbuah.

Tanah kering marjinal yang berada diatas gua, semuanya milik dusun Kentolan dan lahan kering tersebut berada diwilayah kembang putihan. Pengairan di daerah lahan kering diatas gua juga oleh pemerintah di danai untuk pembuatan sumur-sumur yang sekarang ini terdapat 20 sumur dengan kedalaman sumur 6 meter dan sumur yang mengeluarkan air dengan baik hanya beberapa sumur saja.

Pada jaman dahulu disekitar lahan kering di atas gua tanaman yang dibududayakan dulunya adalah jambu biji yang ditanam tiap batas atau pinggiran lahan. Hal ini dikarenakan citarasa masyarakat yang menganggap jambu biji sangat manis. Namun sekarang jambu tersebut sudah tidak dibudidayakan dikarenakan, dengan adanya jambu Bangkok dimasyarakat sekitar. Dengan alasan jambu biji kurang lakunya dipasaran karena kalah bersaing dengan jambu Bangkok.

Pada lahan marjinal yang diamati, terdapat juga tanaman ketela pohon dan pisang yang tumbuh subur dikarenakan batu kapur dibawah tanah digali dan diambil, kemudian bekas galian tersebut diberi pupuk kandang (kotoran ternak) sehingga tanaman yang ada pada bekas galian tersebut tumbuh dengan subur. Tanaman pisang ditanam dan dijual tisak hanya dalam bentuk buahnya saja, tetapi tanaman yang sudah cukup besar juga banyak dicari pembeli.

B. Lahan pasir di Pantai Samas desa Tegal Rejo, Kec. Sanden, Kab. Bantul

Daerah pantai yang identik dengan angin yang kencang bukan menjadi masalah bagi petani di samas karena di sekitar lahan banyak ditanami tanaman pematah angin (barrier) Tanaman ini digunakan untuk mencegah hembusan angin yang sangat besar yang dapat mengganggu budidaya tanaman lahan pasir. Penanaman tanaman barrier dilakukan di bagian pesisir pantai misalnya albasia, akasia, kleresede, tanaman kelapa, cemara laut dan tanaman keras lainnya.

Sumber pengairan lahan pertanian di pantai samas berasal air sungai dan air sumur yang pada musim kemarau tidah pernah kekurangan air. Sedangkan sistem pengairan di pantai samas adalah menggunakan sumur / bak penampungan namun, dalam hal ini oleh petani dirasa kurang efisien karena dalam mengairi tidak adil sehingga banyak petani yang membuat bak – bak penampungan atau sumur renteng dan mengambil air dari sungai dibawah tanah yang melewati areal sawah. Untuk menaikkan air sungai bawah tanah ke bak – bak penampungan petani menggunakan mesin pompa air ( diesel ). Sedangkan untuk cadangan air di musim kemarau ataupaun untuk mengantisipasi keringnya air sungai petani membuat sumur disekitar lahan atau sawah garapan mereka.

Untuk efisiensi kerja penyiraman tanaman dilakukan sehari satu kali yaitu pada pagi hari karena meskipun dilahan pasir kelembaban masih terjaga sampai penyiraman selanjutnya sehingga penyiraman hanya dilakukan sehari sekali. Untuk mengikat air di dalam tanah mereka tidak banyak yang menggunakan water barner, di sekitar area hanya baru ada satu lahan yang menggunakan itu karena sesuai pengalaman mereka water barner akan membuat genangan air yang mengakibatkan jamur pada tanaman komoditas yang di tanam terutama tanaman bawang merah. Teknik budidaya yang telah menjadi paket perlakuan para petani, di daerah pantai samas khususnya adalah petani bawang merah dan yang biasa di tanam adalah varietas bawang biru. Untuk menambah kesuburan tanah pasir dan mencegah larinya air kedalam tanah atau agar kelembaban tanah dapat terjaga adalah dengan menambahkan pupuk kandang sebanyak masing-masing sekitar + 0,75-1,0 m3 untuk ditebarkan di lahan seluas 100 m2 pada setiap penyiapan lahan menjelang tanam bawang merah. Petani telah mengetahui bahwa kendala tanah di lahan pasir pantai adalah kesuburan dan daya menyimpan air rendah, dengan demikian penambahan tanah lempung dan pupuk kandang telah menjadi perlakuan penting untuk memperbaiki tanah agar mampu mendukung kehidupan tanaman budidaya. Akan tetapi dalam penerapannya petani telah terbiasa melakukan penambahan pupuk kandang dan tanah lempung dengan takaran dan kekerapan sesuai pengalaman empirik mereka, dan mereka menyadari bahwa perbaikan tanah tidak segera terjadi tetapi memerlukan waktu beberapa tahun untuk terwujudnya kondisi tanah yang cukup memadai bagi tercapainya produksi optimal.

Pengolahan tanah dilakukan selama persiapan penanaman dengan cara dicangkul dan di traktor namun sebagian besar banyak yang di cangkul karena tekstur tanah yang ringan sehingga mudah dicangkul. Demikian juga penyiangan, penyiangan dilakukan jika gulma sudah mengganggu dan dapat dilakukan dengan cepat karena gulma mudah dicabut atau di cangkul sehingga mereka tidak menggunakan mulsa karena di lahan pasir rumput tidak tumbuh subur atau masih dapat terkontrol.

Jumat, 25 September 2009

Gejala Penyakit Tanaman

BAB I

PENDAHULUAN

A. Tujuan Praktikum

1. Untuk memisahkan jasad renik dari alat yang digunakan dalam praktikum.

2. Untuk membersihkan alat dari jasad renik dengan berbagai cara.

3. Untuk mengetahui gejala penyakit pada tumbuhan.

4. Untuk memisahkan patogen dari inangnya

B. Latar Belakang

Jasad renik yang ada hubungannya dengan suatu tumbuhan yang sakit harus dipelajari untuk menentukan apakah jasad renik tersebut merupakan penyebab penyakit. Koch pada tahun 1882 mengadakan postulut-postulut yang harus dipenuhi terlebih dahulu untuk menetapkan penyebab suatu penyakit infeksi (Infectious Disease).

Postulat - postulat Koch adalah sebagai berikut :

1. Penyebab penyakit tersebut harus selalu terdapat pada tanaman atau bagian tanaman yang menunjukkan gejala penyakit.

2. Penyebab penyakit tersebut harus dapat diisolasi dan dipelajari dalam biakan murni.

3. Biakan murni tersebut harus dapat diinokulasikan pada tanaman yang sama dan menimbulakan gejala yang sama pula.

4. Penyebab penyakit tersebut harus dapat direisolasikan dari tanaman yang diinokulasi tadi dalam biakan murni, dan menunjukkan organisme (jasad renik) yang sama dengan yang kita peroleh pada biakan pertama.

Postulat - postulat tersebut diatas berlaku untuk patogen yang bukan tergolong ke dalam parasit obligat. Untuk melaksanakan postulut Koch diperlukan cara bekerja khusus :

1. Isolasi penyebab penyakit dari bagian koch tanaman yang sakit dan mengadakan pembiakan murni.

2. Mempelajari sifat-sifat penyebab penyakit dalam biakan murni.

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi yang diikuti untuk mendeteksi penyakit tumbuhan yang disebabkan jamur hanyalah dari sub-divisio Eumycotina karena dari sub divisi inilah yang anggotanya banyak yang menyebabkan penyakit pada tumbuhan. Klasifikasi yang diikuti adalah klasifikasi yang paling sederhana dan paling mudah untuk menerangkan sifat-sifat jamur yang menyebabkan penyakit tumbuhan, meskipun klasifikasi ini tidak dipakai lagi oleh kebanyakan ahli mikologi. Klasifikasi yang sederhana ini membagi Eumycotina menjadi empat kelas : Phycomycetes, Ascomycetes, Deutromycetes (Fungi Imperfect), dan Basidiomycetes.

Phycomycetes meliputi jamur yang mempunyai hifa tidak bersekat (senositis), berbentuk tabung yang berisi protoplasma dengan banyak inti.

Ascomycetes mempunyai hifa yang bersekat, dengan sekat berpori (poral septum) dan mengadakan perkembangbiakan seksual dengan pembentukan askospora yang dibentuk sebagai hasil plasmogami, kariogami dan meiosis.

Deutromycetes (fungi imperfecti) meliputi jamur yang hanya melakukan perkembangbiakan secara aseksual saja dan mempunyai hifa yang bersekat. Kemungkinan besar fungi imperfecti adalah Ascomycetes atau Basidiomycetes yang belum atau tidak diketahui stadium seksualnya atau telah hilang kemampuannya untuk berkembangbiak secara sesual.

Basidiomycetes mempunyai hifa yang bersekat dengan sekat dolipra (dolipra septum) dan berkembangbiak secara seksual dengan pembentukan basidiospora yang dibentuk sebagai hasil plasmogami, kariogami dan meiosis. (Triharso,1995)

METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum dilaksanakan pada hari Rabu, 18 Juni 2008 pukul 10.00 – 12.00. Di Laboratorium Proteksi Tanaman

B1. Alat dan Bahan

Latihan I (Isolasi jamur dari bahan tebal)

- Bawang Merah dan Cabai

- Lampu spiritus, alcohol 95%,kapas, scalpel, pinset.

- Agar tegak, cawan petri steril.

C1. Cara Kerja

1. Disediakan cawan petri steril dan isilah dengan agar tegak yang telah dicairkan.

2. Disediakan bahan yang akan diisolasi jasad reniknya, bersihkan kotoran-kotoran dengan air.

3. Bahan yang telah dibersihkan tersebut, pada bataas antara yang sehat dan yang sakit, kulitnya di ulas dengan alcohol 95% kemudian dikupas.

4. Diambil bagian bawah kulit yang sudah dikupas tersebut beberapa potong dan diletakkan pada agar didalam cawan petri yang sudah disiapkan tersebut.

5. Diinkubasi pada suhu kamar selama 2-4 hari.

6. Diamati biakan yang timbul dan pindahkan biakan tersebut kedalam tabung reaksi yang berisi agar (agar miring) dengan jarum ent steril.

7. Diperiksa dan digambar hasil isolasi tersebut dibawah mikroskop. Diperhatikan hifa dan lain-lain badan yang dapat mencirikan jsad renik tersebut.

BAB III

HASIL PENGAMATAN

1. Jaringan tipis

Bawang Merah yang terkontaminasi

Tanaman inang : Bawang Merah

Nama penyakit : Moler

Gejala : Pertumbuhan abnormal

Hasil : Karena terkontaminasi dari luar yang tampak jamur berwarna hitam

Patogen : -

2. Jaringan tipis

Cabe yang tak terkontaminasi

Tanaman inang : Cabai

Nama penyakit : Antraknose

Gejala : Bercak pada buah

Hasil : Putih keabu-abuan

Patogen : Colletotrichum capsici

PEMBAHASAN

Pembiakan jamur dilakukan pada media PDA supaya pertumbuhan dapat tumbuh optimal dan dapat diamati. Syarat yang perlu diperhatikan adalah kondisi lingkungan yang steril agar tidak terjadi kontaminasi. Pengambilan suspensi dilakukan menggunakan jarum ose kemudian dioleskan pada media pembiakan.

Apabila pekerjaan ini dilakukan secara tidak hati-hati ada kemungkinan terjadi kontaminasi dari lingkungan luar. Hal inilah yang terjadi pada tanaman bawang merah. Pada tanaman bawang merah terjadi kontaminasi dengan munculnya jamur berwarna hitam yang diidentifikasi bukan jamur yang menyebabkan penyakit moler pada bawang merah. Sedangkan pada cabai meskipun populasi jamur sedikit tetapi ada satu bagian yang terisolasi memunculkan jamur penyebab penyakit pada cabai.

Udara yang berada di alam merupakan faktor yang sangat berpengaruh bagi pertumbuhan bakteri dan jamur. Banyaknya unsur yang tersebar bebas di alam menyebabkan mikroorganisme ini dapat berkembang biak dengan sangat cepat dan mempengarui udara yang berada di alam. Oleh karena itu, ketika dilaksanakan praktikum ini untuk mengkultur dan mengisolasi mikrobia yang ada di udara, terliat jelas betapa banyaknya mikroorganisme yang bertebaran di udara.

KESIMPULAN

Dari keterangan yang telah disampaikan di atas dapat diambil kesimpulan :

  1. Pembiakan jamur dilakukan pada media PDA.
  2. Udara menjadi faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme pada Petri dish, karena terkandung berbagai macam mikroorganisme yang bertebaran bersama udara tersebut.
  3. Dibutuhkan ketelitian dan kebersihan lingkungan untuk dapat mencegah terjadinya kontaminasi pada media untuk control maupun dalam kaitannya untuk mengkulturkan bahan tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

Hans, G.S dan Karin, S. 1984, Mikrobiologi Umum, (terjemahan)Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Toekidjo.Ir.1989. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Andi Offset. Yogyakarta.

Triharso. 1994. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. University Gadjah Mada. Yogyakarta.

Rabu, 23 September 2009

TEKNIK OKULASI KARET

Okulasi pohon karet merupakan suatu rangkaian usaha untuk memperoleh bahan tanam yang baik dan merupakan rangkaian yang tidak dapat dipisahkan sejak dari seleksi biji dan pengecambahan.

Macam okulasi ada 2 yaitu okulasi hijau (green budding) dan okulasi coklat (brown budding). Okulasi hijau dilaksanakan pada bibit umur 5-6 bulan dan okulasi coklat umur 9-10 bulan.

    1. Pada okulasi hijau : entres diperoleh dari cabang dengan 2 payung berumur 5-6 bulan dengan payung berwarna hijau tua segar.
    2. Pada okulasi coklat : dilaksanakan pada bibit umur 9-10 bulan. Entres yang digunakan berumur 6-12 bulan dan berwarna coklat.

Sehubungan dengan tersedianya biji di kebun-kebun Jawa Tengah pada bulan Maret/ April maka agar penanaman ke polybag tepat waktu dan dapat tersedia bibit siap salur 2-3 payung okulasi menggunakan sistem brown budding/ okulasi coklat.

Alat-alat okulasi

- Pisau okulasi yang tajam

- Pembalut plastik untuk membalut jendela pada batang bawah

- Batang pisang untuk meletakkan kayu entres

- Lap bersih yang dibalutkan dipergelangan tangan untuk membersihkan pisau okulasi.

- Lap untuk membersihkan getah pada jendela batang bawah dan kayu entres

- Batu asah untuk mengasah pisau okulasi

Jenis-jenis mata okulasi

Mengetahui jenis-jenis mata okulasi adalah sangat penting agar okulasi yang dilaksanakan tidak sia-sia dan tingkat keberhasilannya tinggi. Jenis-jenis mata okulasi, yaitu :

1. Mata sisik : terdapat pada ujung internodia, pertumbuhannya paling lambat. Kurang baik untuk okulasi.

2. Mata prima : mata tunas yang terletak diketiak daun. Mata inilah yang terbaik untuk okulasi. Letaknya dibagian tengah internodia. Jumlahnya tiap meter kayu entres terdapat 15-20 mata okulasi.

3. Mata palsu : mata tunas yang tidak pada ketiak daun, berada dibagian paling bawah internodia, jumlahnya antara 3-5 mata. Bila mata ini digunakan untuk okulasi tidak akan tumbuh.

A. Cara Okulasi

Pertama :

- Membuat jendela okulasi pada batang bawah dengan cara mengiris dengan membungkukkan badan. Tinggi sisi kanan dan kiri jendela teratas adalah 10 cm dari tanah sedang tinggi sisi kanan dan kiri jendela terbawah adalah 4 cm dari tanah.

Tinggi sisi kanan dan kiri jendela okulasi pada batang bawah dilakukan berturut-turut untuk 20 pohon, kemudian kembali ke tempat kayu entres yang sudah disediakan terlebih dahulu untuk mengambil mata okulasi.

a. Tinggi sisi kanan dan kiri jendela teratas ± 10 cm dari tanah

b. Tinggi sisi kanan dan kiri jendela terbawah ± 4 cm dari tanah.

Pembuatan jendela pada batang bawah dapat dilakukan dengan bukaan ke atas dan bukaan ke bawah.

Kedua :

- Mengambil mata okulasi dari kayu entres dilakukan dengan cara membuat jendela pada batang bawah. Mata okulasi yang idambil adalah mata okulasi yang dapat digunakan (mata okulasi hidup).

Ø Kesiapan batang bawah yang dapat dilakukan okulasi adalah saat daun karet pada paying teratas sudah tua, jika daun pada paying teratas masih muda, tanaman karet akan tumbuh kurang baik.

Ø Rata-rata tanaman yang diokulasi baik batang bawah atau batang atas (entres) minimal mempunyai 2 payung.

- Kayu entres harus diletakkan pada batang pisang supaya mata okulasi tidak rusak. Sebelum membuat jendela untuk mengambil mata okulasi, getah yang melekat pada pisau okulasi harus dibersihkan dahulu dengan lap bersih diikatkan pada pergelangan tangan kiri.

- Untuk membuat jendela okulasi pada batang bawah dan membuat jendela pada kayu entres untuk mengambil mata okulasi , diperlukan pisau okulasi yang tajam. Pisau okulasi yang tidak tajam (majal) akan mengakibatkan mata okulasi yang diambil menjadi sobek/ pecah dan akan mati jika disambungkan dengan batang bawah, irisan menjadi berat dan keseluruhan pekerjaan okulasi menjadi lambat.

Ketiga :

- Membuka jendela pada batang bawah, menempelkan mata okulasi dan membalut jendela pada batang bawah. Sebelum membuka jendela pada batang bawah getah yang keluar dari irisan pembuatan jendela harus dibersihkan dahulu dengan kain. Teknik pengambilan mata okulasi dan menempelkannya pada batang bawah yaitu:

o Setelah membuat jendela pada kayu entres dan mengirisnya, pangkal irisan dipotong dengan pisau okulasi.

o Langkah selanjutnya adalah memotong ujung irisan dan langsung mengambil mata okulasi untuk ditempelkan pada batang bawah.

o Waktu yang tepat untuk melakukan okulasi adalah jam 06.00 – 10.00 pagi dan jam 15.00 – 17.00 sore.

B. Pemeriksaan hasil okulasi :

Pemeriksaan pertama : 2 minggu setelah okulasi, plastik pembalut dibuka. Bila mata entres masih berwarna hijau berarti hidup dan bila berwarna coklat kehitaman mati. Yang mati diberi tanda dengan daun/ plastik yang diselipkan diatas jendela okulasi setinggi ± 20 cm. Dilakukan okulasi ulang terhadap okulasi yang gagal.

Pemeriksaan kedua : 2 minggu setelah pemeriksaan pertama, yang mati diberi tanda seperti pemeriksaan pertama.

Pemeriksaan ketiga : 1 minggu setelah pemeriksaan kedua yang hidup diberi tanda berupa totolan cat 1 cm di samping atas jendela dengan ketentuan warna berdasarkan klon sebagai berikut :

Klon

Warna

BPM 1

Biru

BPM 24

Merah

RRIC 100

Putih

IRR 118

Hitam

PB 260

Kuning

PB 330

Hijau

PB 340

Coklat

IRR 39

Hijau Putih

C. Pemotongan/ penyerongan bibit

Hal yang perlu diperhatikan sebelum pemotongan bibit sebagai berikut :

v Sebelum dilakukan pemotongan dilakukan pemberian pupuk N dengan dosis 20 gram/ pohon.

v Dilakukan 2-4 minggu sebelum dipindah ke polybag dilakukan pemotongan dengan cara menyerong dari atas tempat okulasi miring ke bawah pada batang yang tidak diokulasi setinggi ± 3 cm diatas jendela okulasi dengan luka bekas potongan dengan parafin.

D. Dongkel bibit

Setelah dilakukan penyerongan, 2-4 minggu kemudian mata okulasi mulai bengkak. Pada stadia ini adalah saat terbaik untuk memindahkan bibit ke dalam polybag. Hal ini dikarenakan jika bibit dipindah ketika sudah tumbuh tunas akan terjadi kerusakan dalam pengangkutan maupun kematian dalam penanaman polybag. Cara mendongkel bibit harus sampai ujung akar, kemudian tunggangnya dipotong menyerong minimal sepanjang 40-45 cm dari leher akar.

E. Pembibitan polybag

Ukuran polybag yang digunakan adalah 50 x 25 cm dan tebal 0,10 – 0,15 mm serta berwarna hitam. Agar sirkulasi air dan udara berjalan dengan baik, maka polybag diberi lubang kecil-kecil di bagian bawah dan samping polybag.

a. Pengisian polybag

Tanah yang digunakan untuk mengisi polybag adalah tanah lapisan atas (top soil) yang subur dan mengandung bahan organik. Tanah tersebut kemudian diayak untuk memisahkan dari sisa-sisa akar dan kayu yang dapat menjadi sumber penyakit.

Sebelum dimasukkan ke dalam polybag, tanah yang sudah diayak dicampur dengan pupuk Rock Phosphate 50 gr/ polybag. Untuk mencegah serangan Jamur Akar Puth (JAP), media polybag dicampur dengan belerang 20-25 gr/polybag.

b. Menyusun polybag

Polybag disusun pada parit yang telah dibuat dengan ukuran lebar 40 cm dan kedalaman 15 cm. Arah parit Utara-Selatan dan mata okulasi dihadapkan ke Timur-Barat untuk memudahkan pemeliharaan.

Jarak antar parit polybag antara 60-100 cm sesuai dengan sasaran jumlah paying, untuk paying 3 minimal berjarak 80 cm.

c. Menanam dalam polybag

Pekerjaan dalam penanaman meliputi beberapa tim yaitu:

1. Tim dongkel bibit dan transportasi, dimana bibit yang didongkel sesegera mungkin untuk dilakukan seleksi dan penanaman.

2. Tim seleksi mempunyai tugas diantaranya :

a. Mengelompokkan bibit sesuai ukuran besar dan kecil.

b. Memisahkan stump dengan perakaran yang lurus (baik) dan bercabang/ bengkok dan terserang JAP dibuang.

c. Memotong akar lateral ± 1-2 cm dari akar tunggang.

d. Merapikan stump dengan melakukan pemotongan ± 40 cm diukur dari leher akar.

e. Merendam selama ± 5 menit dalam larutan bayleton 250 EC.

f. Mengoleksi bekas luka potongan dengan dengan Rootone F/ sejenis dalam bentuk pasta.

3. Tim penanam bertugas :

i. Polybag yang telah terisi tanah disiram sampai jenuh selama 3 hari berturut-turut.

ii. Tanah dalam polybag dipadatkan dengan cara menusukkan batang kayu/ sejenisnya ke dalam tanah beberapa kali sampai merata dan padat.

iii. Untuk memudahkan penanaman, tanah pada polybag dibuat lubang pada bagian tengahnya dengan tugal/kayu.

iv. Okulasi Mata Tidur (OMT) yang sudah diseleksi, dipisahkan dan ditanam dengan cara memasukkan akar dengan arah mata okulasi seragam dan bertolak belakang.

v. Tanah dipadatkan sampai pada leher akar dan menjaga kerusakan akar hingga tidak ada rongga udara yang menyebabkan pembusukan akar dan segera dilakukan penyiraman.

vi. Dalam penanaman juga diperhatikan estetika, yaitu kelurusan penanaman dalam barisan menggunakan tambang.